MAKALALAH AGAMA

Sabtu, 07 November 2015

makalah SPI peranan mesir dalam membangun peradaban islam


BAB II
PEMBAHASAN
Peranan Mesir dalam Membangun Peradaban Islam
1.      Pada Masa Dinasti Fathimiyah

Wilayah kekuasaan Dinasti Fathimiyah meliputi Afrika Utara, Mesir dan Suriah. Berdirinya Dinasti Fathimiyah dilatar belakangi oleh melemahnya Dinasti Abbasiyah. Ubaidillah Al-Mahdi mendirikan Dinasti Fathimiyah yang lepas dari kekuasaan Abbasiyah. Dinasti ini mengalami puncak kejayaan pada masa kepemimpinan Al- Aziz. Kebudayaan islam berkembang pesat pada masa Dinasti Fathimiyah, yang ditandai dengan berdirinya Masjid Al Azhar. Masjid ini berfungsi sebagai pusat pengkajian islam dan ilmu pengetahuan. Dinasti Fatimiyah berakhir setelah Al Hadid, khalifah terakhir dinasti fathimiyah, jatuh sakit. Peninggalan Dinasti ini meliputi antar lain Masjid Al Azhar yang sekarang terkenal dengan Universitas Al Azhar, Bab Al-Futuh (benteng futuh), dan Masjid Al- Ahmar di Cairo, Mesir.[1]

Dinasti ini mengklaim sebagai keturunan garis lurus dari pasangan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulullah. Menurut mereka, Abdullah Al Mahdi sebagi pendiri dinasti ini merupakan cucu ismail bin ja’far Ash-shadiq. Sedangkan ismail merupakan imam syiah yang ketujuh. Setelah mam ja’far ash-shadiq wafat, syiah terpecah menjadi dua cabang. Cabang pertama meyakini Musa Al Kazim sebagai imam ketujuh pengganti imam ja’far, sedang sebuah cabang lainnya mempercayai Ismail bin Mhammad Al Maktum sebagi imam syiah ketujuh. Cabang syiah kedua ini dinamai syiah ismailiyah. Syiah ismailiyah tidak menampakkan gerakannya secara jelas sehingga mucullah Abdullah bin Maimun yang membentuk syiah ismailiyah sebagai sebuah sistem gerakan politik keagamaan. Ia berjuang mengorganisir propaganda syiah ismailiyah dengan tujuan menegakkan kekuasaan fathimiah. Secar rahasia ia mengirimkan misionari kesegala penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan ajaran syiah ismailiyah. Kegiatan ini menjadi latar belakang berdirinya dinasti fathimiyah diafrika dan kemudian pindah ke Mesir.
Adapun para penguasa Dinasti Fathimiyah adalah sebagai berikut:
1.      Al-Mahdi (909-934 M)
2.      Al-Qaim (934-949 M)
3.      Muiz Lidinillah(965-975)
4.      Al-Aziz (975-996)
5.      Al Hakim (996-1021)
6.      Az Zahir (1021-1036)
7.      Al Muntansir (1036-1095)
8.      Al Msta’li (1095-1101)
Kemajuan Peradaban Pada Masa Dinasti Fatimiyah
a.      Bidang Administrasi

Periode dinasti fatimiah menandai era baru sejarah bangsa mesir, sebagian khlifah dinasti ini adalah pejuang dan penguasa besar yang berhasil menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran di mesir.

Administrasi kepemerintahan Dinasti Fatimiyah secara garis besar tidak berbeda dengan administrasi dinasti abbasiyah, sekalipun pada masa ini muncul beberapa jabatan yang berbeda. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan keduniaan maupun spritual. Khalifah berwenang mengangkat dan sekaligus menghentikan jabatan-jabatan dibawahnya.

Kementrian negara terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama adalah para ahli pedang dan kedua adalah para ahli pena. Kelompok pertama menduduki urusan militer dan keamanan serta pegawai pribadi sang khalifah. Sedang kelompok kedua menduduki beberapa jabatan kementrian sebagai berikut:
1.      Hakim
2.      Penjabat pendidikan sekaligus sebagai pengelola lembaga ilmu pengetahuan atau Dar Al-Hikmah
3.      Inspektur pasar yang bertugas menertibkan pasar dan jalan
4.      Pejabat keuangan yang menangani segala urusan keuangan negara
5.      Regu pembantu istana
6.      Petugas pembaca Al-Quran.
Tingkat terendah kelompok “ahli pena” terdiri atas kelompok pegawai negeri, yaitu petugas penjaga dan juru tulis dalam berbagai departemen.
Adapun diluar jabatan istana diatas, terdapat berbagai jabatan tingkat daerah yang meliputi tiga daerah, yaitu mesir, siria, dan daerah-daerah diAsia kecil. Khusus untuk daerah mesir terdiei atas empat provinsi, provinsi mesir bagian atas, mesir wilayah timur, mesir wilayah barat, dan wilayah Alexandria. Segala permasalahan yang berkaitan dengan daerah dipercayakan kepada kepemimpinan setempat.
Dalam bidang kemiliteran terdapat tida jabatan pokok, yaitu:
1.      Amir yang terdiri pejabat-pejabat tinggi militer dan pegawai khalifah
2.      Petugas keamanan
3.      Berbagai resimen.

b.      Kondisi sosial

Mayoritas khalifah fatimiah bersikap moderat dan penuh perhatian kepada urusan agama non muslim. Selama masa ini pemeluk kristen mesir diperlakukan secara bijaksana, hanya khalifah Al-Hakim yang bersikap agak keras terhadap mereka. Orang-orang kristen opti dan armenia tidak pernah mersakan kemurahan keramahan melebihi sikap pemerintah muslim. Pada masa al-Aziz bahkan mereka lebih diuntungkan dari pada umat islam di mana mereka ditunjuk menduduki jabatan-jabatan tinggi di istana. Demikian pula pada masa al-Muntasir dan seterusnya, mereka hidup penuh kedamaian dan kemakmuran. Sebagian besar jabatan keuangan dipegang oleh orang-orang kopti. Pada khalifah generasi akhir, gereja-gereja kristen banyak yang dipugar, pemeluk kristen pula semakin banyak yang diangkat sebagai pegawai pemerintah. Demikianlah semua ini menujukkan kebijaksanaan penguasa fatimiah terhadap umat kristiani.

Nasir Al-Khusraw, salah seorang pengembara ismaliyah berkebangsaan persia, yang mengunjungi mesir antara tahun 1046-1049M, meninggalkan catatan tentang kehidupan kota kairo ibu kota Dinasti Fatimiyah. Pada saat itu ia mendapatkan kota kairo sebagai kota makmur dan aman.

Dinasti fatimiyah berhasil dalam mendirikan sebuah negara yang sangat luas dan peradaban yang berlainan semacam ini didunia timur. Hal ini sangat menarik perhatian karena sisiem administrasinya yang sangat baik sekali, aktivitas artistik, luasnya toleransi relijiusa, efisiensi angkatan perang dan angkatan laut, kejujuran pengadilan, dan terutama perlindungannya terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan.



c.       Kemajuan ilmu pengetahuan dan kesusastraan

Sumbangan dinasti fatimiayah dalam kemajuan ilmu pengetahuan tidak sebesar sumbangan Abbasiyah di bagdad dan umayyah di spanyol. Masa ini kurang produktif dalam menghasilkan karya tulis dan ulama besar kecuali dalam jumlah yang kecil, sekalipun banyak diantara khalifah dan para wazir menaruh perhatian dan penghormatan kepada para ilmuan dan pujangga. Ibnu khilis merupakan salah seorang wazir fatimiah yang sangat mempedulikan pengajaran. Ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan dan memberinya subsidi besar setiap bulan. Pada masa ibnu khilis ini didalam istana Al-Aziz terdapat seorang fisikawan besar bernama Muhamamd At-Tamim. Alkindi sejarawan topographer terbesar hidup difustat dan meninggal di tahun 961M. Pakar terbesar pada awal fatimiyah adalah Qazdi An nu’man dan beberapa keturunannya yang menduduki jabatan Qadhi dan keagamaan tertinggi selama 50 tahun semenjak penaklukan mesir sampai pada masa pemerintahan Al Hakim. Para qadhi ini tidak hanya pandai dalam bidang hukum, melainkan juga cakap dalam berbagai disiplin pendidikan tinggi. Diantara pegawai pemerintahan pada masa Al Hakim terdapat seorang mesir yang berkarya dalam penulisan sejarah dan karya-karya lain tentang keislaman, syair dan astrologi.

Diantara para khalifah fatimiyah adalah tokoh pendidikan dan orang yang berperadaban tinggi. Al Aziz termasuk diantara khalifah yang mahir dalam bidang syair dan mencintai kegiatan pengajaran. Ia telah mengubah mesjid agung Al Azhar menjadi sebuah lembaga pendidikan tinggi. Kekeyaan dan kemakmuran dinasti fatimiyah dan besarnya perhatian para khalifahnya merupakan faktor pendorong para ilmuan untuk pindah ke Kairo. Istana Al Hakim dihiasi dengan kehadiran Ali bin yunus, pakar terbesar dalam bidang astronomi, dan Ibnu Ali Al Hasan bin Al Haitami, seorang fisikawan muslim terbesar dan juga ahli dibidang optik. Selain mereka berdua terdapat sejumlah sastrawan dan ilmuan yang berkarya diistana Fatimiyah.

Khalifah fatimiyah mendirikan sejumlah sekolah dan perguruan, mendirikan perpustakaan umum dan lembaga ilmu pengetahuan. Dar Al-Hikmah merupakan prakarsa terbesar untuk pengembangan ilmu pengetahuan, sekalipun pada awalnya lembaga ini dimaksudkan sebagai sarana penyebaran dan penyebaran ajaran syiah islamiliyah. Lembaga ini didirikan oleh khalifah Al Hakim pada tahun 1005M. Al- Hakim juga besar minatnya dalam penelitian astronomi. Oleh karena itu, ia mendirikan lembaga observasi di bukit Al Makattam. Lembaga observasi seperti ini juga didirikan dibeberapa tempat yang lain.

Para khalifah fatimiyah pda umumnya juga mencintai berbagai seni arsitektur. Mereka memperindah ibu kota dan kota-kota lainnya dengan berbagai bangunan megah. Mesjid Agung Al Azhar dan mesjid agung Al Hakim menandai kemajuan Arsitektur zaman fatimiyah. Khalifah juga mendatangkan sejumlah arsitek romawi untuk membantu menyelesaikan tiga buah gerbang raksasa dikairo, dan benteng-benteng diwilayah perbatasan bizantium. Semua ini merupakan merupakan sebagian dari peninggalan sejarah pemerintahan syiah di Mesir.


2.      Pada Masa Dinasti Ayyubiyah

Pusat pemerintahan Dinasti Ayyubiyah adalah Kairo, Mesir. Wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Mesir, Suriah, dan Yaman. Dinasti Ayyubiyah didirikan Shalahuddin Ysuf Al Ayyubi, setelah menaklukkan khalifah terakhir Dinasti Fathimiyah, Al Adid. Sahalahuddin berhasil menaklukkan daerah islam lainnya dan pasukan salib. Shalahuddin adalah tokoh dan pahlawan perang salib. Selain dikenal sebagai panglima perang, ia juga mendorong kemajuan dibidang agama dan pebdidikan. Berakhirnya pemerintahan Ayyubiyah ditandai dngan meninggalnya Malik Al Asyraf Muzaffaruddin, sultan terakhir dan berkuasanya Dinasti Mamluk. Peniggalan Ayyubiyah adalah benteng Qal’ah Al Jabal di Kairo Mesir.

3.      Pada Masa Dinasti Mamluk

Dinasti Mamluk memiliki wilayah kekuasaan di Mesir dan Suriah. Dinasti Mamluk berasal dari golongan hamba yang dimiliki oleh para Sultan dan Amir, yang dididik secara militer oleh tuan mereka. Dinasti Mamluk yang memerintah di Mesir dibagi dua, yaitu periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan hajji II tahun 1389 M, dan periode kekuasaan Mamluk Burji,sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Usmani tahun 1517 M.

Dinasti Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik islam. Pemerintahan Dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkatketika Qalawun (1280-1290 M) mererapkan pergantian sultan secara turun temurun. Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295-1297). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di mesir. Kedudukan Amir menjadi sangat penting. Para Amir berkompetisi dala prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian dan ilmu pengetahuan.[2]

Dalam bidang pemerintahan, kemenangan Dinasti Mamalik atas tentara mongol di ‘Ayn Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya.

Dalam bidang ekonomi, Dinasti mamalik membuka hubungan dagang dengan Prancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti fatimiah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Bagdad membuat Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antar kota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Bagdad dari serangan tentara mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika dan ilmu agama.

Dinasti Mamalik jiga banyak mengalami kemajuan dibidang Arsitektur. Banyak arsitek didatangkan kemesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan yang didirikan pada masa ini diantaranya adalah runah sakit, museum, perpustakaan, vila-vila, kubah, dan menara masjid.

Kemajuan-kemajuan itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa sulta yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat dan stablitas negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi ketika faktor-faktor tersebut menghilang, Dinasti Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak-budak dari sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama mamluk burji, yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, solidaritas sesama militer menurun, terutama stelah mamalik burji berkuasa. Banyak penguasa mamluk burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya dikalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negara tidak stabil. Disamping itu, ditemukannya tanjung harapan oleh eropa tahun 1498 M, menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa menurun fungsinya. Kondisi ini diperparah dengan datangnya kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit.

Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi Mamalik, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik dimesir.




















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Dari makalah yang berjudul peranan mesir dalam membangun peradaban islam dapat disimpulkan bahwa, mesir ini sangat berperan sekali dalam pembangunan perdaban islam terutama disegi ilmu pengetahuan disamping yang lainnya, ini semua bisa tercapai berkat kepribadian dan wibawa para khalifah yang berkuasa di Mesir diantaranya pada masa Dinasti Fathimiyah, Dinasti Ayyubiyah dan Dinasti Mamalik.


B.     Saran

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan ataupun kesalahan. Maka dari itu kami mohon kritik dan saran dari sipembaca yang sifatnya membangun, agar kedepannya bisa lebih baik lagi.















DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Perdaban Islam, Jakarta: Amzah.
Al-Usary, Ahmad. 2013. Sejarah Islam, Jakarta: Akbar Media.
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Perdaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.





[1]Samsul Munir Amin, Sejarah Perdaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 254
[2]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2011), hal. 126

Tidak ada komentar:

Posting Komentar