BAB II
PEMBAHASAN
Peranan Mesir dalam Membangun Peradaban Islam
1.
Pada Masa Dinasti Fathimiyah
Wilayah
kekuasaan Dinasti Fathimiyah meliputi Afrika Utara, Mesir dan Suriah.
Berdirinya Dinasti Fathimiyah dilatar belakangi oleh melemahnya Dinasti
Abbasiyah. Ubaidillah Al-Mahdi mendirikan Dinasti Fathimiyah yang lepas dari
kekuasaan Abbasiyah. Dinasti ini mengalami puncak kejayaan pada masa
kepemimpinan Al- Aziz. Kebudayaan islam berkembang pesat pada masa Dinasti
Fathimiyah, yang ditandai dengan berdirinya Masjid Al Azhar. Masjid ini
berfungsi sebagai pusat pengkajian islam dan ilmu pengetahuan. Dinasti
Fatimiyah berakhir setelah Al Hadid, khalifah terakhir dinasti fathimiyah,
jatuh sakit. Peninggalan Dinasti ini meliputi antar lain Masjid Al Azhar yang
sekarang terkenal dengan Universitas Al Azhar, Bab Al-Futuh (benteng futuh),
dan Masjid Al- Ahmar di Cairo, Mesir.[1]
Dinasti ini
mengklaim sebagai keturunan garis lurus dari pasangan Ali bin Abi Thalib dan
Fathimah binti Rasulullah. Menurut mereka, Abdullah Al Mahdi sebagi pendiri
dinasti ini merupakan cucu ismail bin ja’far Ash-shadiq. Sedangkan ismail
merupakan imam syiah yang ketujuh. Setelah mam ja’far ash-shadiq wafat, syiah
terpecah menjadi dua cabang. Cabang pertama meyakini Musa Al Kazim sebagai imam
ketujuh pengganti imam ja’far, sedang sebuah cabang lainnya mempercayai Ismail
bin Mhammad Al Maktum sebagi imam syiah ketujuh. Cabang syiah kedua ini dinamai
syiah ismailiyah. Syiah ismailiyah tidak menampakkan gerakannya secara jelas
sehingga mucullah Abdullah bin Maimun yang membentuk syiah ismailiyah sebagai
sebuah sistem gerakan politik keagamaan. Ia berjuang mengorganisir propaganda
syiah ismailiyah dengan tujuan menegakkan kekuasaan fathimiah. Secar rahasia ia
mengirimkan misionari kesegala penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan ajaran
syiah ismailiyah. Kegiatan ini menjadi latar belakang berdirinya dinasti
fathimiyah diafrika dan kemudian pindah ke Mesir.
Adapun para
penguasa Dinasti Fathimiyah adalah sebagai berikut:
1. Al-Mahdi (909-934 M)
2. Al-Qaim (934-949 M)
3. Muiz Lidinillah(965-975)
4. Al-Aziz (975-996)
5. Al Hakim (996-1021)
6. Az Zahir (1021-1036)
7. Al Muntansir (1036-1095)
8. Al Msta’li (1095-1101)
Kemajuan Peradaban Pada Masa Dinasti Fatimiyah
a. Bidang
Administrasi
Periode dinasti
fatimiah menandai era baru sejarah bangsa mesir, sebagian khlifah dinasti ini
adalah pejuang dan penguasa besar yang berhasil menciptakan kesejahteraan dan
kemakmuran di mesir.
Administrasi
kepemerintahan Dinasti Fatimiyah secara garis besar tidak berbeda dengan
administrasi dinasti abbasiyah, sekalipun pada masa ini muncul beberapa jabatan
yang berbeda. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan
keduniaan maupun spritual. Khalifah berwenang mengangkat dan sekaligus
menghentikan jabatan-jabatan dibawahnya.
Kementrian
negara terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama adalah para ahli pedang dan
kedua adalah para ahli pena. Kelompok pertama menduduki urusan militer dan
keamanan serta pegawai pribadi sang khalifah. Sedang kelompok kedua menduduki
beberapa jabatan kementrian sebagai berikut:
1. Hakim
2. Penjabat pendidikan sekaligus sebagai
pengelola lembaga ilmu pengetahuan atau Dar Al-Hikmah
3. Inspektur pasar yang bertugas menertibkan
pasar dan jalan
4. Pejabat keuangan yang menangani segala urusan
keuangan negara
5. Regu pembantu istana
6. Petugas pembaca Al-Quran.
Tingkat terendah kelompok “ahli pena” terdiri atas kelompok pegawai negeri,
yaitu petugas penjaga dan juru tulis dalam berbagai departemen.
Adapun diluar jabatan istana diatas, terdapat berbagai jabatan tingkat
daerah yang meliputi tiga daerah, yaitu mesir, siria, dan daerah-daerah diAsia
kecil. Khusus untuk daerah mesir terdiei atas empat provinsi, provinsi mesir
bagian atas, mesir wilayah timur, mesir wilayah barat, dan wilayah Alexandria.
Segala permasalahan yang berkaitan dengan daerah dipercayakan kepada
kepemimpinan setempat.
Dalam bidang kemiliteran terdapat tida jabatan pokok, yaitu:
1. Amir yang terdiri pejabat-pejabat tinggi
militer dan pegawai khalifah
2. Petugas keamanan
3. Berbagai resimen.
b. Kondisi sosial
Mayoritas
khalifah fatimiah bersikap moderat dan penuh perhatian kepada urusan agama non
muslim. Selama masa ini pemeluk kristen mesir diperlakukan secara bijaksana,
hanya khalifah Al-Hakim yang bersikap agak keras terhadap mereka. Orang-orang
kristen opti dan armenia tidak pernah mersakan kemurahan keramahan melebihi
sikap pemerintah muslim. Pada masa al-Aziz bahkan mereka lebih diuntungkan dari
pada umat islam di mana mereka ditunjuk menduduki jabatan-jabatan tinggi di
istana. Demikian pula pada masa al-Muntasir dan seterusnya, mereka hidup penuh
kedamaian dan kemakmuran. Sebagian besar jabatan keuangan dipegang oleh
orang-orang kopti. Pada khalifah generasi akhir, gereja-gereja kristen banyak
yang dipugar, pemeluk kristen pula semakin banyak yang diangkat sebagai pegawai
pemerintah. Demikianlah semua ini menujukkan kebijaksanaan penguasa fatimiah
terhadap umat kristiani.
Nasir
Al-Khusraw, salah seorang pengembara ismaliyah berkebangsaan persia, yang
mengunjungi mesir antara tahun 1046-1049M, meninggalkan catatan tentang
kehidupan kota kairo ibu kota Dinasti Fatimiyah. Pada saat itu ia mendapatkan
kota kairo sebagai kota makmur dan aman.
Dinasti
fatimiyah berhasil dalam mendirikan sebuah negara yang sangat luas dan
peradaban yang berlainan semacam ini didunia timur. Hal ini sangat menarik
perhatian karena sisiem administrasinya yang sangat baik sekali, aktivitas
artistik, luasnya toleransi relijiusa, efisiensi angkatan perang dan angkatan
laut, kejujuran pengadilan, dan terutama perlindungannya terhadap ilmu
pengetahuan dan kebudayaan.
c. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan kesusastraan
Sumbangan
dinasti fatimiayah dalam kemajuan ilmu pengetahuan tidak sebesar sumbangan
Abbasiyah di bagdad dan umayyah di spanyol. Masa ini kurang produktif dalam
menghasilkan karya tulis dan ulama besar kecuali dalam jumlah yang kecil,
sekalipun banyak diantara khalifah dan para wazir menaruh perhatian dan
penghormatan kepada para ilmuan dan pujangga. Ibnu khilis merupakan salah
seorang wazir fatimiah yang sangat mempedulikan pengajaran. Ia mendirikan
sebuah lembaga pendidikan dan memberinya subsidi besar setiap bulan. Pada masa
ibnu khilis ini didalam istana Al-Aziz terdapat seorang fisikawan besar bernama
Muhamamd At-Tamim. Alkindi sejarawan topographer terbesar hidup difustat dan
meninggal di tahun 961M. Pakar terbesar pada awal fatimiyah adalah Qazdi An
nu’man dan beberapa keturunannya yang menduduki jabatan Qadhi dan keagamaan
tertinggi selama 50 tahun semenjak penaklukan mesir sampai pada masa
pemerintahan Al Hakim. Para qadhi ini tidak hanya pandai dalam bidang hukum,
melainkan juga cakap dalam berbagai disiplin pendidikan tinggi. Diantara
pegawai pemerintahan pada masa Al Hakim terdapat seorang mesir yang berkarya
dalam penulisan sejarah dan karya-karya lain tentang keislaman, syair dan
astrologi.
Diantara para
khalifah fatimiyah adalah tokoh pendidikan dan orang yang berperadaban tinggi.
Al Aziz termasuk diantara khalifah yang mahir dalam bidang syair dan mencintai
kegiatan pengajaran. Ia telah mengubah mesjid agung Al Azhar menjadi sebuah
lembaga pendidikan tinggi. Kekeyaan dan kemakmuran dinasti fatimiyah dan
besarnya perhatian para khalifahnya merupakan faktor pendorong para ilmuan
untuk pindah ke Kairo. Istana Al Hakim dihiasi dengan kehadiran Ali bin yunus,
pakar terbesar dalam bidang astronomi, dan Ibnu Ali Al Hasan bin Al Haitami,
seorang fisikawan muslim terbesar dan juga ahli dibidang optik. Selain mereka
berdua terdapat sejumlah sastrawan dan ilmuan yang berkarya diistana Fatimiyah.
Khalifah
fatimiyah mendirikan sejumlah sekolah dan perguruan, mendirikan perpustakaan
umum dan lembaga ilmu pengetahuan. Dar Al-Hikmah merupakan prakarsa terbesar
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, sekalipun pada awalnya lembaga ini
dimaksudkan sebagai sarana penyebaran dan penyebaran ajaran syiah islamiliyah.
Lembaga ini didirikan oleh khalifah Al Hakim pada tahun 1005M. Al- Hakim juga
besar minatnya dalam penelitian astronomi. Oleh karena itu, ia mendirikan
lembaga observasi di bukit Al Makattam. Lembaga observasi seperti ini juga
didirikan dibeberapa tempat yang lain.
Para khalifah
fatimiyah pda umumnya juga mencintai berbagai seni arsitektur. Mereka
memperindah ibu kota dan kota-kota lainnya dengan berbagai bangunan megah.
Mesjid Agung Al Azhar dan mesjid agung Al Hakim menandai kemajuan Arsitektur
zaman fatimiyah. Khalifah juga mendatangkan sejumlah arsitek romawi untuk
membantu menyelesaikan tiga buah gerbang raksasa dikairo, dan benteng-benteng
diwilayah perbatasan bizantium. Semua ini merupakan merupakan sebagian dari
peninggalan sejarah pemerintahan syiah di Mesir.
2. Pada Masa
Dinasti Ayyubiyah
Pusat
pemerintahan Dinasti Ayyubiyah adalah Kairo, Mesir. Wilayah kekuasaannya
meliputi kawasan Mesir, Suriah, dan Yaman. Dinasti Ayyubiyah didirikan
Shalahuddin Ysuf Al Ayyubi, setelah menaklukkan khalifah terakhir Dinasti
Fathimiyah, Al Adid. Sahalahuddin berhasil menaklukkan daerah islam lainnya dan
pasukan salib. Shalahuddin adalah tokoh dan pahlawan perang salib. Selain
dikenal sebagai panglima perang, ia juga mendorong kemajuan dibidang agama dan
pebdidikan. Berakhirnya pemerintahan Ayyubiyah ditandai dngan meninggalnya
Malik Al Asyraf Muzaffaruddin, sultan terakhir dan berkuasanya Dinasti Mamluk.
Peniggalan Ayyubiyah adalah benteng Qal’ah Al Jabal di Kairo Mesir.
3. Pada Masa
Dinasti Mamluk
Dinasti Mamluk
memiliki wilayah kekuasaan di Mesir dan Suriah. Dinasti Mamluk berasal dari
golongan hamba yang dimiliki oleh para Sultan dan Amir, yang dididik secara
militer oleh tuan mereka. Dinasti Mamluk yang memerintah di Mesir dibagi dua,
yaitu periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya
pemerintahan hajji II tahun 1389 M, dan periode kekuasaan Mamluk Burji,sejak
berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai kerajaan ini
dikalahkan oleh kerajaan Usmani tahun 1517 M.
Dinasti Mamalik
membawa warna baru dalam sejarah politik islam. Pemerintahan Dinasti ini
bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkatketika Qalawun
(1280-1290 M) mererapkan pergantian sultan secara turun temurun. Anak Qalawun
berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha
(1295-1297). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di
mesir. Kedudukan Amir menjadi sangat penting. Para Amir berkompetisi dala
prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu
dicapai dalam bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian
dan ilmu pengetahuan.[2]
Dalam bidang
pemerintahan, kemenangan Dinasti Mamalik atas tentara mongol di ‘Ayn Jalut
menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya.
Dalam bidang
ekonomi, Dinasti mamalik membuka hubungan dagang dengan Prancis dan Italia
melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti fatimiah
di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Bagdad membuat Kairo sebagai jalur perdagangan
antara Asia dan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat.
Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan
transportasi dan komunikasi antar kota, baik laut maupun darat. Ketangguhan
angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
Dalam bidang
ilmu pengetahuan, mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Bagdad
dari serangan tentara mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir,
seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika dan ilmu agama.
Dinasti Mamalik
jiga banyak mengalami kemajuan dibidang Arsitektur. Banyak arsitek didatangkan
kemesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah.
Bangunan-bangunan yang didirikan pada masa ini diantaranya adalah runah sakit,
museum, perpustakaan, vila-vila, kubah, dan menara masjid.
Kemajuan-kemajuan
itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa sulta yang tinggi, solidaritas
sesama militer yang kuat dan stablitas negara yang aman dari gangguan. Akan
tetapi ketika faktor-faktor tersebut menghilang, Dinasti Mamalik sedikit demi
sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak-budak dari sirkasia yang
kemudian dikenal dengan nama mamluk burji, yang untuk pertama kalinya dibawa
oleh Qalawun, solidaritas sesama militer menurun, terutama stelah mamalik burji
berkuasa. Banyak penguasa mamluk burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai
ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya dikalangan penguasa
menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya semangat kerja rakyat menurun dan
perekonomian negara tidak stabil. Disamping itu, ditemukannya tanjung harapan
oleh eropa tahun 1498 M, menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa menurun
fungsinya. Kondisi ini diperparah dengan datangnya kemarau panjang dan
berjangkitnya wabah penyakit.
Di pihak lain,
suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi Mamalik,
yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik dimesir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah yang berjudul peranan mesir dalam
membangun peradaban islam dapat disimpulkan bahwa, mesir ini sangat berperan
sekali dalam pembangunan perdaban islam terutama disegi ilmu pengetahuan
disamping yang lainnya, ini semua bisa tercapai berkat kepribadian dan wibawa
para khalifah yang berkuasa di Mesir diantaranya pada masa Dinasti Fathimiyah,
Dinasti Ayyubiyah dan Dinasti Mamalik.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan ataupun kesalahan. Maka dari itu
kami mohon kritik dan saran dari sipembaca yang sifatnya membangun, agar
kedepannya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Perdaban Islam,
Jakarta: Amzah.
Al-Usary, Ahmad. 2013. Sejarah Islam, Jakarta:
Akbar Media.
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Perdaban Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar